Selamat Datang di Blog GIPSI Generasi Pendengar Setia Wadi 102.0 FM Radionya Keluarga Muslim

Minggu, 30 November 2008

Kepribadian Muslim


- Al-Qur’an dan sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah SWT.

Persepsi (gambaran) masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.Bila disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam” (QS. 6:162). Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. 68:4).

4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.

Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim)

5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS 2:219)

Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.

Bisa dibayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu.

Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman Allah yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS 39:9)

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)

7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.

Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.

Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.

Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).

Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur’an dan sunnah. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masi
ng.

Senin, 03 November 2008

Posted by Mochammed Aang Abdullahy Asy-Syakron: Tawassul

Wasilah (=perantara) artinya sesuatu yang menjadikan kita dekat kepada Allah SWT. Adapun tawassul sendiri berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo`a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara. Pernyataan demikan dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman :

يَااَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوااللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ

Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah, dan carilah jalan (wasilah/perantara)."

Ada beberapa macam wasilah. Orang-orang yang dekat dengan Allah bisa menjadi wasilah agar manusia juga semakin dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat dijadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Mengenai tawassul dengan sesama manusia, tidak ada larangan dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits mengenai tawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah para Nabi, para Rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para tabi`in, para shuhada dan para ulama shalihin.

Karena itu, berdo`a dengan memakai wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah di atas tidak disalahkan, artinya telah disepakati kebolehannya. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, senyatanya tetap memohon kepada Allah SWT karena Allah-lah tempat meminta dan harus diyakini bahwa sesungguhnya:

لاَمَانَعَ لمِاَ اَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِى لمِاَ مَنَعْتَ

Tidak ada yang bisa mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.

Secara psikologis tawassul sangat membantu manusia dalam berdoa. Katakanlah bertawassul sama dengan meminta orang-orang yang dekat kepada Allah SWT itu agar mereka ikut memohon kepada Allah SWT atas apa yang kita minta.

Tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakekatnya kita tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.

Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain.

KH A Nuril Huda
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

abib-sakron.blogspot.com


Artikel Islami

Doa dengan perantaraan makhluk SYIRIK??

Pada kali ini, perbicaraan akan berkisar pada persoalan Tabarruk atau Barakah, dari berbagai sudut dan pengertian supaya dapat diresapi dan difahami serta diamalkan seperti yang dianjurkan oleh Islam itu sendiri menurut Al-Quran, Sunnah serta pengamalan para solehin.
PENGERTIAN TABARRUK

Dari Segi Bahasa Tabarruk berasal dari kata bahasa Arab “barakah” atau “barakat” yang membawa banyak pengertian dalam segi bahasa. Antara pengertian kalimat “barakah” dalam istilah bahasa Arab ialah :
Az-Ziyadah & An-Numu ertinya bertambah & menumbuh;
As-Sa’adah & Kathratul Khair ertinya kebahagiaan & kebaikan yang melimpah; • Ad-Du’a ertinya
permohonan;
Al-Manfa’ah ertinya bermanfaat;
Al-Baqa’ & Ad-Dawam ertinya kekal & berterusan;
At-Taqdis & At-Tanzih ertinya sesuatu yang suci & sesuatu yang jauh dari kekurangan;
Al-Muwadzabah ertinya konsisten; Dari Segi Penggunaan Apabila “barakah” memberi pengertian seperti bertambah, kebaikan, dan kekekalan yang berterusan, maka ia bermaksud : ‘Adanya suatu kebajikan Tuhan yang diletakkan pada sesuatu.’ (Tafsir Khazin)

Maka Tabarruk pula bererti seseorang memohon limpahan manfaat yang bertambah dan berterusan dari Allah s.w.t. dengan sesuatu yang suci dan jauh dari sifat kekurangan supaya mendapat kebahagiaan dan kebaikan yang melimpah di dalam kehidupan ini.

Di dalam As-Sunnah, lintasan istilah ‘barakah’ digunakan di berbagai ketika, baik yang dikatakan oleh Rasulullah s.a.w., mahupun yang dinyatakan para sahabatnya.

Di dalam maksud Hadis Muslim disebutkan :( “Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata : Adalah orang Madinah apabila memetik hasil tumbuhan, maka petikan pertama itu dibawa kepada Rasulullah s.a.w. lalu Baginda berdoa: Ya Allah, berikah keberkatan pada buah-buahan kami, berkatilah Negara kami, berilah keberkatan pada sukatan kami dan berkatilah timbangan gantang kami.” (Hadis riwayat Muslim)

Jelaslah sudah istilah ‘barakah’ ini digunakan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.Maka, haruslah diyakini bahawa istilah ‘barakah’ termasuk dalam istilah yang hidup di dalam Islam itu sendiri. Dapat kita simpulkan, buat ketika ini, menurut cara istilah ‘barakah’ yang digunakan di dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabawi, bahawa barakah mengandung erti :
• Barakah itu adalah sesuatu kebaikan yang datang dari Allah s.w.t. dan diberikanNya kepada sesuatu atau sesiapa yang dikasihi dan disukaiNya;
• Barakah itu ada/wujud dan harus diyakini kewujudannya, sekalipun tidak dapat dilihat dengan mata;
• Barakah itu semata-mata datangnya dari Allah s.w.t., dan bukan selainNya.

DALIL-DALIL WUJUDNYA PENGGUNAAN ISTILAH BARAKAH DARI AL-QURAN DAN AS-SUNNAH

Terdapat banyak ayat-ayat Al-Quran yang menggunakan istilah barakah, antaranya

-‘Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kukuh di atasnya. Dia memberkahinya….’ (Fusshilat : 10)

-‘Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.…’ (Al-Isra’ : 1)

- ‘Maka tatkala dia tiba di(tempat) api itu, diserulah dia : “Bahawa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya…’ (An-Naml : 8)

-Dan ada beberapa ayat lain yang menunjukkan penggunaan istilah tersebut..


KATA-KATA ULAMA MENGENAI AMALAN TABARRUK

Al-Ustaz Dr. Hassan As-Syekh Al-Fatih As-Syekh Qaribullah, seorang ulama Sudan masa kini, mengatakan bahawa walaupun jika ada orang yang bertabarruk, yang mengikuti orang yang bertabarruk serta yang tidak melakukannya, amalan tabarruk tetap adalah sesuatu pengamalan yang ada dalam syara’ kerana ianya diterangkan di dalam Al-Quran. Bahkan amalan ini dikuatkan adanya dengan wujudnya peninggalan-peninggalan serta benda-benda yang orang bertabarruk dengannya, tanpa mengira masa dan ketika, bagi keseluruhan umat Nabi Muhammad s.a.w. Ianya diperkuatkan lagi dengan kenyataan yang terkandung di dalam hadis-hadis dalam bentuk kata-kata Nabi, perbuatan Nabi serta persetujuan Nabi untuk menguatkan apa yang tertera di dalam Al-Quran mengenai kewujudan serta pengamalan tabarruk ini.

Almarhum Prof. Dr. Hamka di dalam Tafsir Al-Azharnya membincangkan mengenai pengertian ‘barakah’. Beliau memecahkan barakah kepada dua macam iaitu yang hakiki dan yang ma’nawi. Yang hakiki ialah yang berupa hujan membawa kesuburan bumi. Ia juga boleh diertikan sebagai daya pembuka fikiran manusia untuk menggali harta dan kekayaan yang terpendam di dalam bumi seperti logam, emas dan lain-lain. ‘Barakah’ juga boleh merupakan kekuatan urusan manusia mengatur kehidupan dunianya supaya mencapai penyuburan dari sudut ekonomi dan sebagainya. Dari sudut ma’nawi, Prof. Dr. Hamka memahamkan ‘barakah’ sebagai timbulnya fikiran-fikiran yang baru dan petunjuk dari Allah, baik berupa wahyu yang dibawa oleh Rasul atau ilham yang ditumpahkan Allah kepada orang-orang yang berjuang dengan ikhlas.

As-Syekh Muhammad ‘Alwi Al-Maliki Al-Makki Al-Hasany, seorang ulama Mekah masa kini, di dalam kitabnya Mafaahim Yajibu An Tusahhah (Pemahaman-Pemahaman Yang Wajib Dibetulkan), menyifatkan perbuatan tabarruk sebagai jawaz (harus) serta disyariatkan. Amatlah keliru bagi mereka yang mengatakan bahawa amalan tabarruk ini sebagai bid’ah yang tidak pernah dilakukan Nabi s.a.w. serta para sahabatnya, apatah lagi mengatakan perbuatan tersebut sebagai syirik dan sesat. Beliau menekankan bahawa pengamalan ‘tabarruk’ dijalankan berdasarkan kepercayaan atas adanya keistimewaan, kemuliaan dan kelebihan pada amalan tersebut sehinggakan amalan yang suci ini dapat membawa kepada qurbah (kedekatan) kepada Allah s.w.t. Kekuatan kepercayaan ini dilandaskan dengan iktiqad bahawa setiap kebaikan dan mudharat hanyalah datangnya dari Allah s.w.t.

Menurut As-Syekh Muhammad Alwi Al-Maliki, pengamalan berTabarruk ini boleh diadakan melalui 3 unsur : 1. Peninggalan - dinisbahkan kepada sesuatu yang mulia, dianggap mulia & dicintai manusia;
2. Tempat - zahirnya seperti tempat-tempat yang lain juga tetapi tempat itu menjadi bukti ibadah disebabkan pernah dikerjakan ibadah ditempat itu oleh para Nabi dan salihin. Tempat tersebut telah ditumpahkan rahmah, pernah dihadiri Malaikat, wujud Sakinah… Inilah yang dicari dari tempat-tempat ini.
3. Individu - penunjuk jalan barakah, hubungan yang hidup dengan yang mati.

Marilah kita menjelajahi jenis-jenis Tabarruk yang ada supaya dapat kita menelusuri lebih dalam tentang kewujudan pengamalan mengambil berkat atau ‘barakah’ ini.

JENIS-JENIS TABARRUK
Pertama : Tabarruk Dengan Sesuatu Peninggalan Yang Mulia
1. Maqam Rasulullah s.a.w Dari Abdullah Bin Dinar r.a. beliau berkata : Aku telah melihat Ibnu Umar berdiri depan maqam Rasulullah s.a.w lalu berselawat dan memberi salam ke atas Baginda s.a.w, Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar.

2. Hajar Al-Aswad Dari Abu Saeed, beliau berkata : “Aku berhaji bersama Umar r.a. Apabila memulai tawaf, dia menghadap batu Hajar Aswad lalu berkata yang bermaksud “Aku tahu engkau ini batu hitam yang tiada memberikan mudarat atau manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah s.a.w. menciummu, maka aku tidak akan menciummu. Lalu dia menciumnya.

3. Baitullah (Ka’bah) Firman Allah s.w.t. dalam Surah Ali ‘Imran ayat 96 menerangkan tentang RumahNya yang sentiasa diberkati. . “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

4. Maqam Nabi Ibrahim a.s. Allah s.w.t memerintah agar dijadikan tempat yang pernah beradanya Nabi Ibrahim a.s. ketika mendirikan Baitullah sebagai musalla (tempat mendirikan solat) dan menyifatkan juga maqamnya sebagai salah satu tanda-tanda Allah s.w.t. yang nyata di Baitullah. Firman Allah s.w.t. dalam Surah Al-Baqarah ayat 125“Dan ingatlah, ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan suatu tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian dari maqam Ibrahim itu tempat solat.”dan ayat. “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata di antaranya Maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) akan amanlah dia.” (Ali Imran : 97)

5. Air Zamzam Rasulullah s.aw. pernah bersabda dalam sebuah hadisnya yang menerangkan tentang fadhilat air zamzam walaupun pada zahirnya ia sama sahaja seperti air-air yang lain. Sabda Rasulullah s.a.w. : ُ“Air zamzam itu menyampaikan segala hajat apabila diminumnya.”

Kedua : Tabarruk Dengan Tempat Ibadah Tabarruk dengan tempat ibadah
iaitu mengambil keberkahan dan fadhilat melaksanakan ibadah di masjid atau tempat-tempat suci sebagaimana dianjurkan oleh Allah dan RasulNya seperti bersolat di Masjidil Haram, Masjid Rasulullah s.a.w., Masjidil Aqsa dan juga di masijd-masjid yang pernah Rasulullah s.a.w. mendirikan solat. Seperti contoh kata Rasulullah s.a.w. maksudnya:“Aku adalah penutup sekelian para Nabi, dan Masjidku adalah penutup sekelian masjid-masjid para Nabi. Dan Masjid yang paling berhak diziarahi dan dikuatkan perjalanan kepadanya ialah Masjidil Haram dan Masjidku. Dan solat di Masjidku lebih baik dari seribu solat dari tempat yang lain kecuali Masjidil Haram.

Di antara contoh tabarruk di suatu tempat yang mulia ialah bertabarruk di tempat yang pernah berada padanya para nabi-nabi, rasul-rasul dan juga para wali-wali Allah. Rasulullah s.a.w. sendiri bertabarruk dengan mengerjakan solat di beberapa tempat lahirnya para nabi-nabi sebelum Baginda dan juga di tempat-tempat yang pernah didiami oleh para nabi dan rasul sebelum Baginda s.a.w. Telah disebutkan dalam sebahagian hadis-hadis yang menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj: “Diriwayatkan ketika Rasulullah s.a.w. dimikrajkan dengan menaiki Buraq serta ditemani oleh Jibril Al-Amin a.s. , mereka berjalan sehingga tiba di suatu tempat lalu Baginda s.a.w. disuruh berhenti dan menunaikan solat . Setelah selesai solat dan meneruskan perjalanannya, Jibril bertanya : “Tahukah di mana engkau telah bersolat. Baginda s.a.w. menjawab: “Tidak”. Berkata Jibril : “Engkau telah solat di Tayyibah yang akan menjadi tempat hijrahmu ”. Maka seterusnya Buraq berhenti di suatu tempat dan Nabi s.a.w. pun disuruh turun dan solat. Setelah beliau bersolat, Jibril pun bertanya : “Tahukah di mana telah engkau solat?”. Nabi s.aw. menjawab : “Tidak”. Jibril menjawab : “Engkau telah solat di Thuur Sina di sisi pohon di mana Allah s.w.t. berkata-kata dengan Musa a.s. Kemudian perjalanan diteruskan dan sekali lagi Buraq berhenti dan Rasulullah s.a.w. disuruh turun dan solat. Kemudian Nabi s.a.w. pun ditanya tentang tempat itu dan menyatakan bahawa baginda tidak tahu. Jibril pun mengatakan : “Sesungguhnya engkau telah bersolat di Baitullaham, tempat kelahirannya Isa Bin Maryam a.s.

Ketiga : Bertabarruk Dengan Ayat-ayat Al-Quran
Sebagaimana yang dimaklumi bahawa Al-Quran merupakan mukjizat Rasulullah s.a.w. yang terbesar dan juga menjadi penawar bagi sekelian penyakit. Telah menjadi pengamalan umat Islam bertabarruk dengan ayat–ayat Al-Quran bagi mengharapkan limpahan barakah yang ada pada ayat-ayat tersebut. Sebagaimana juga Rasulullah s.a.w. menggalakkan bacaan beberapa surah-surah tertentu dari Al-Quran pada keadaan-keadaan tertentu. Firman Allah s.w.t. dalam Surah Al-Isra’ ayat 82 :“Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian.”

Keempat : Bertabarruk Dengan Nama-Nama Rasulullah s.a.w. Nabi Muhammad s.a.w. adalah sebaik-baik dan semulia-mulia manusia, makhluk ciptaan Allah s.w.t. di muka bumi ini. Segala sesuatu yang datang dari baginda atau yang ada pada diri beliau kesemuanya sangat mulia dan membawa barakah kepada ummah Muhammadiyyah. Ini termasuk juga namanya sendiri dan juga nama-namanya yang lain yang dinamakan oleh Allah s.w.t. dalam Al-Quran seperti Ahmad, Abdullah, Basheer, Nazeer, Mubeen, Muzakkir dan sebagainya. Firman Allah s.w.t. dalam Surah Al-Jin ayat 19:“Dan bahawasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembahNya (beribadah), hampir saja jin-jin itu berdesak-desak mengerumuninya.”

Rasulullah s.a.w. pernah bersabda :“Aku Muhammad dan aku Ahmad dan Aku ini Penyelamat yang diselamatkan Allah s.w.t. dari kekufuran, dan aku ini pembangkit yang mana manusia akan bangkit atas kedua kakiku dan aku ini Pembalas dan tiada nabi setelahku.”

Kelima : Bertabarruk Dengan Mencium Tangan Mencium tangan
merupakan suatu pengamalan yang menzahirkan rasa penghormatan dan kasih sayang. Jika diteliti pada hakikat dan kembali kepada sunnah dan athar para sahabat, akan kita dapati bahawa mencium tangan para ulama, orang-orang saleh dan kedua ibu bapa adalah sesuatu yang disyariatkan dan juga sebagai bertabarruk dengan kemuliaan yang ada pada mereka justeru menambahkan lagi rasa penghormatan dan mahabbah terhadap mereka.

Dari Abu Daud dari Aishah r.a. beliau berkata :“Sesungguhnya Fatimah r.a. apabila Rasulullah s.a.w. datang ke rumahnya, beliau berdiri, menyambut tangannya dan menciumnya.”
.
Dikeluarkan oleh Al-Hakim dan dibenarkan di dalam Mustadrak dari Buraidah :“Sesungguhnya seseorang datang kepada Nabi s.a.w. lalu mencium kepala dan kakinya.


Sekiranya ada di antara para sahabat yang mencium kaki dan tangan Rasulullah s.a.w dalam suatu keadaan, maka ini merupakan dalil yang mantap tentang harusnya mencium tangan orang alim, orang yang dihormati, orang-orang saleh dan wali-wali Allah . Sebab hal itu terjadi pada Rasulullah s.a.w., yang mana di dalam dirinya terkumpul segala kebaikan yang murni, manaqib yang terpuji dari ilmu ladunni, dan paling tinggi kedudukannya dalam amanah dan kemuliaan.

Keenam : Bertabarruk Dengan Bertahnik
Di antara amalan dan perbuatan yang amat dianjurkan dalam Islam ialah Tahnik iaitu meletakkan manis-manisan di mulut bayi yang baru dilahirkan seperti kurma dan mendokannya.

Pada zaman Rasulullah s.a.w., para sahabat apabila ada bayi mereka yang lahir pada waktu Rasulullah s.aw. berada di Madinah, mereka akan membawa si bayi itu kepada baginda Rasulullah s.a.w. dan kemudian Baginda menyuap bayi itu dengan kurma, menyisir rambut kepalanya dengan tangannya yang suci dan mendoakannya. Mereka memandang hal itu sebagai hal yang penuh barakah dan berbangga dengannya. Ibnu Hajr Al-Asqalani berkata : “Sesungguhnya setiap bayi yang lahir pada masa hidup Rasulullah s.a.w. selalu diketahui olehnya, sebab setiap orang Ansar selalu membawa anak-anaknya kepada Nabi s.a.w. untuk ditahnik dan diberkahi.”.

Para ahli sunnah mengutip bahawa ketika Rasulullah s.a.w. menguasai Makkah, orang-orang Makkah selalu datang dengan membawa anak dan bayi-bayi mereka agar kepalanya diusap dengan tangannya yang mulia dan didoakan dengan keberkatan.

Tidak diragukan lagi bahawa Rasulullah s.a.w., makhluk pilihan yang paling sempurna, paling mulia, bahkan paling utama di antara para nabi dan mursalin telah menetapkan wujud sebutan yang paling masyhur dan paling jelas keberkatannya.Wallahua'lam..el-faqir ilallah..

*Abdullah Asy-Syakron